Jakarta, Masalah kejantanan bagi pria adalah persoalan
serius yang menyangkut harga diri. Walau tak mengganggu hubungan
ranjang, prosedur pembesaran penis masih saja diminati. Tak hanya di
Indonesia saja, kecenderungan ini juga ditemui di negara-negara barat.
Setelah
iklan yang dibintangi David Beckham memakai celana dalam tersebar,
ternyata di AS terjadi peningkatan jumlah pria yang mengunjungi dokter
untuk meningkatkan ukuran kejantanan. Mereka ingin mencoba implan penis.
Prosedurnya mirip dengan operasi pembesaran payudara.
Sayangnya,
rasa malu dan kurangnya informasi membuat para pria sulit memahami
risiko dan manfaat terkait pembesaran penis. Sebaliknya, wanita malah
mendapat banyak informasi terkait operasi pembesaran payudaranya dari
surat kabar, majalah dan internet.
"Banyak pria tidak menyadari
bahwa layanan ini ada. Ini pada dasarnya setara dengan menjalani operasi
payudara bagi perempuan," kata Dr Elliot Heller, pemilik Pusat Bedah
Plastik 'Allure' di New York City seperti dilansir Medical Daily, Minggu (23/6/2013).
Dr
Heller yang telah berpraktik selama 18 tahun ini sudah melakukan semua
jenis operasi plastik, mulai dari pengecilan payudara hingga pembesaran
penis. Pasiennya juga beraneka ragam, mulai dari pengacara hingga dokter
lain dengan usia mulai dari 30 tahun sampai 70 tahun.
Banyak
pria yang memilih menjalani operasi dengan tujuan meningkatkan harga
diri dan kepercayaan diri. Alasannya, minder terhadap ukuran kelamin
dapat mempengaruhi hubungan dengan pasangan, serta membuat pria merasa
malu saat berganti pakaian di depan pria lain.
Pada operasi
pembesaran, Dr Heller bisa memberikan 2 metode berbeda, yaitu transfer
lemak, di mana lemak diambil dari bagian tubuh lain lalu dipindahkan ke
penis. Waktu penyembuhannya sekitar 1 hari. Yang kedua adalah pelepasan
ligamen, di mana ligamen suspensorium di penis terlepas dari landasan
pada tulang kemaluan. Akibatnya posisinya jadi semakin turun dan
memanjang.
Rata-rata, biaya operasi ini dihargai berkisar dari
US$ 3.500 atau sekitar Rp 34,7 juta hingga US$ 9.500 atau sekitar Rp
94,3 juta. Dr Heller mengatakan bahwa setelah operasi, pasien mampu
berhubungan seks secara teratur dan tidak mempengaruhi hormonnya. Risiko
terjadinya infeksi juga minim.
Namun beberapa ahli bedah lain
hanya mau melakukan operasi plastik jika hal itu mempengaruhi kualitas
hidup pasien. Misalnya dr Larry Lipshultz I., MD, profesor dan kepala
Divisi Kedokteran Reproduksi Pria dan Bedah Medis yang mengaku hanya
melakukan operasi pada pasien impotensi.
"Saya percaya bahwa
pasien hanya perlu menjalani operasi ketika benar-benar diperlukan
secara medis. Meningkatkan ukuran penis bukanlah perawatan yang
disarankan oleh asosiasi urologi Amerika," kata Dr Lipschultz.
Menurutnya,
ada banyak efek samping merugikan saat melakukan operasi ini untuk
memperbesar kejantanan. Tapi bagi pasien impotensi, cara ini terhitung
aman dan efektif untuk mempertahankan kehidupan seks yang sehat dan memuaskan. Bahkan cara ini merupakan pengobatan yang sangat tua untuk mengatasi impotensi.
"Saya
mendidik pasien, tapi saya tidak akan melakukan pembesaran penis untuk
pria yang berpikir bahwa penis mereka terlalu kecil," kata Dr Lipshultz. (detikhealth)
Ingin Perbesar Penis Secara Medis? Pahami Dulu Cara dan Risikonya
Redaksi | Senin, 24 Juni 2013 | detak info
Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi www.detakinfo.blogspot.com. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.
0 Comments
Tweets